Sri Sultan HB. IX, Sang Bangsawan yang Demokratis
Sri Sultan
Hamengkubuwono IX ( Sompilan Ngasem, Yogyakarta, 12 April 1912-Washington,
DC, AS, 1 Oktober 1988 ) adalah seorang Raja Kasultanan Yogyakartadan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia
yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau kita kenal sebagai Bapak Pramuka
Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka.
Biografi
Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun pada 12 April 1912, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda, disinilah beliau sering mendapat panggilan “SultanHenkie”. Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan contoh bangsawan yang demokratis. Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta mengalami banyak perubahan di bawah pimpinannya. Pendidikan Barat yang dijalaninya sejak usia 4 tahun membuat HB IX menemukan banyak alternatif budaya untuk menyelenggarakan Keraton Yogyakarta di kemudian hari. Berbagai tradisi keraton yang kurang menguntungkan dihapusnya dan dengan alternatif budaya baru HB IX menghapusnya.
Meski begitu bukan berarti ia menghilangkan
substansi sendiri sejauh itu perlu dipertahankan. Bahkan wawasan budayanya
yang luas mempu menemukan terobosan baru untuk memulihkan kejayaan kerajaan
Yogyakarta. Bila dalam masa kejayaan Mataram pernah berhasil mengembangkan
konsep politik keagungbinataraan yaitu bahwa kekuasaan raja adalah agung
binathara bahu dhenda nyakrawati, berbudi bawa leksana ambeg adil para marta
(besar laksana kekuasaan dewa, pemeliharaan hukum dan penguasa dunia, meluap
budi luhur mulianya, dan bersikap adil terhadap sesama), maka HB IX dengan
wawasan barunya menunjukkan bahwa raja bukan lagi gung binathara, melainkan
demokratis. Raja berprinsip kedaulatan rakyat tetapi tetap berbudi bawa
laksana.
Menentang penjajahan dan mendorong kemerdekaan
Indonesia.
Wawasan kebangsaan HB IX juga terlihat dari sikap
tegasnya yang mendukung Republik Indonesia dengan sangat konsekuen. Segera
setelah Proklamasi RI ia mengirimkan amanat kepada Presiden RI yang
menyatakan keinginan kerajaan Yogyakarta untuk mendukung pemerintahan RI.
Ketika Jakarta sebagai ibukota RI mengalami situasi gawat, HB IX tidak
keberatan ibukota RI dipindahkan ke Yogyakarta. Begitu juga ketika ibukota RI
diduduki musuh, ia bukan saja tidak mau menerima bujukan Belanda untuk berpihak
pada mereka, namun juga mengambil inisatif yang sebenarnya dapat membahayakan
dirinya, termasuk mengijinkan para gerilyawan bersembunyi di kompleks keraton
pada serangan oemoem 1 Maret 1949. Jelaslah bahwa ia seorang raja yang
republiken. Setelah bergabung dengan RI, HB IX terjun dalam dunia politik
nasional.
Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat
menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada
tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin.Berikut jabatan yang
pernah di embannya :
a.
Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945)
b.
Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
c.
Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 11
November 1947 dan 11 November 1947 - 28 Januari 1948)
d.
Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949)
e.
Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4
Agustus 1949 - 20 Desember 1949)
f.
Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950)
g.
Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 27 April 1951)
h.
Ketua Dewan Kurator Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1951)
i.
Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956)
j.
Ketua Sidang ke 4 ECAFE (Economic Commision for Asia and the Far East) dan
Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan (1957)
k.
Ketua Federasi ASEAN Games (1958)
l.
Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959)
m.
Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan
Pariwisata (1963)
n.
Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966)
o.
Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966)
p.
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968)
q.
Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI (1968)
r.
Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association (PATA)
di California, Amerika Serikat (1968)
s.
Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 - 23 Maret 1978)
Bapak Pramuka Indonesia.
Semangat
menyatukan berbagai organisasi kepanduan yang tumbuh di Indonesia setelah
proklamasi kemerdekaan terus berkobar. Hal itu membuat Presiden Soekarno
lantas berkoordinasi dengan Pandu Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Pada 20 Mei 1961 terbitlah Keppres No 238 / 1961,
yang melebur seluruh organisasi kepanduan pada satu wadah yaitu Gerakan
Pramuka. Gerakan Pramuka diperkenalkan pada tanggal 14 Agustus 1961, dengan
penyerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri
Sultan HB IX, yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Pramuka.
Gerakan Pramuka memang lahir dari berbagai
organisasi kepanduan yang tersebar di Tanah Air. Dalam masa peralihan itu
peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX sangat besar hingga Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dipercaya mendampingi perjalanan kepengurusan Gerakan Pramuka di
tingkat nasional, yaitu sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka selama
4 periode untuk masa bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970 dan 1970-1974.
Kiprah Sri Sultan Hamengku Buwono dalam pembinaan
Gerakan Pramuka tidak hanya di dalam negeri. Konsep-konsep pemikiran beliau
tentang kepanduan atau Gerakan Pramuka mendapat sambutan yang luar biasa.
Salah satunya pidato Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Konferensi Kepramukaan
Se dunia tahun 1971, mendapat sambutan yang luas. Ketika itu, Sultan mengajak
organisasi kepanduan terlibat dalam pembangunan masyarakat. Alhasil, pidato
itu menjadi arah baru pembinaan kepanduan di seluruh dunia.
Atas jasa-jasanya yang luar biasa bagi kepramukaan
internasional, Sri Sultan dianugerahi Bronze Wolf Award pada tahun 1974,
penghargaan tertinggi World Organization of the Scout Movement. Sri Sultan
merupakan warganegara Indonensia yang pertama yang memperoleh penghargaan
itu. Sebelumnya tahun 1973, beliau mendapat penghargaan dari Boy Scouts of
America berupa Silver World Award.
Di dalam negeri, melalui Surat Keputusan Musyawarah
Nasional Gerakan Pramuka Tahun 1988 di Dili, Timor Timur nomor 10/MUNAS/88
tentang Bapak Pramuka, mengukuhkan almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX
sebagai Bapak Pramuka. Gerakan Pramuka juga memberi penghargaan tertinggi
kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX berupa Lencana Tunas kencana.
Penghargaan tersebut juga diterima oleh Presiden ke-2 Republik Indonesia,
almarhum H.M. Soeharto.
Sebagai Wakil Presiden.
Pada tahun
1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada
tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden
dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan
sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang
represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN. Minggu malam pada
1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre,
Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.
|
Riwayat
Kepanduan dan Kepramukaan Di Indonesia
|
1. U
M U M
Pada
hakikatnya Pola Pembinaan disusun berdasarkan penghayatan sejarah
perkembangan kepanduan / kepramukaan di Indonesia. Dengan perkataan lain
kondisi nasional Gerakan Pramuka dapat ditinjau dari segi sejarah
perkembangannya yang merupakan riwayat dasar kepanduan/kepramukaan di
Indonesia.
a.
Perkembangan pendidikan kepanduan/kepramukaan di Indonesia adalah sejalan dan
sesuai dengan sejarah perkembangan bangsa Indonesia, dan merupakan bagian
dari perjuangan/pembangunan bangsa Indonesia, serta ada kaitannya dengan :
1) Perintisan
kemerdekaan, tahun 1908 – 1928
2) Konsolidasi
kekuatan nasional, tahun 1928 -1945
3) Perjuangan
fisik dan pengisian kemerdekaan (pembangunan nasional) tahun 1945 sampai
sekarang
b.
Sesuai dengan strategi Gerakan Pramuka, maka usaha pendidikan
kepanduan/kepramukaan di Indonesia merupakan salah satu segi pendidikan
nasional yang penting, serta merupakan bagian dari sejarah perjuangan bangsa
Indonesia.
Karena itu, riwayat dasar kepanduan/kepramukaan di
Indonesia perlu dipelajari dan dihayati, agar :
1) Diketahui proses
pembentukan dan perkembangan Greakan Pramuka dan diketahui pula peranan apa
yang dilakukannya dalam perjuangan bangsa Indonesia.
2) Diketahui dan
diinsafi kedudukan gerakan Pramuka dalam hubungannya dengan sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dan ketahanan nasional.
3) Dapat
dipahami kebijaksanaan dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan di
Indonesia.
c.
Kepanduan di Indonesia yang sekarang menjadi Gerakan Pramuka berkembang sejak
tahun 1912.
Sampai berakhirnya zaman penjajahan Belanda di Indonesia
terdapat dua kelompok organisasi kepanduan, yaitu :
1)
Organisasi-organisasi dalam kelompok yang berorientasi pada kepentingan
pemerintahan kolonial Belanda
2)
Orgnisasi-organisasi dalam kelompok yang berorientasikan pada kepentingan
perjuangan Bangsa Indonesia.
d.
Pada waktu itu kepanduan nasional di Indonesia sudah merupakan suatu wadah
pembinaan suatu wadah pembinaan generasi muda, untuk menyiapkan tenaga-tenaga
kader bangsa dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan.
Hampir semua perkumpulan kepanduan di Indonesia pada
waktu itu adalah sebagai cabang organisasi politik atau kemasyarakatan.
Gerakan kepanduan nasional tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan keadaan
masyarakat Indonesia sendiri.
e.
Kepanduan nasional pada waktu itu sudah dipandang sebagai tempat pendidik
anak-anak dan pemuda Indonesia untuk dengan caranya sendiri (cara kepanduan)
dapat mempertinggi budi pekerti, serta menambah kepandaian dan ketrampilan
yang sangat berguna bagi pelaksanaan cita-cita bangsa Indonesia. Di dalam hal
inilah letak perbedaan prinsip antara kepanduan nasional dan kepanduan bangsa
Eropa di Indonesia.
f.
Gerakan Pramuka/Kepanduan nasional di Indonesia dari mulai berdiri dan
berkembang, dijadikan alat perjuangan pembangunan Bangsa Indonesia dari
generasi ke generasi, dan sasaran utamanya adalah investasi mental,
kepandaian dan ketrampilan generasi muda yang diatur sejak umur 7 tahun (usia
Pramuka Siaga)
g.
Istilah pandu dan kepanduan “digunakan oleh KH Agus Salim untuk menggantikan
istilah asing padvinders dan padvinderij”
2.
GERAKAN KEPANDUAN DIJAMAN PENJAJAHAN BELANDA/JEPANG
a.
Tahun 1912-1922 (fase perintisan kemerdekaan)
1) Dijaman
penjajahan Belanda pada tahun 1912 didirikan cabang N.P.O. (Nederlance
Padvinders Organisatie) oleh PJ. Smith atas anjuran perkumpulannya di negeri
Belanda.
Dalam waktu singkat berdirilah beberapa organisasi
“padvinders” bangsa Belanda di Indonesia, yang akhirnya pada tahun 1914
dipersatukan dalam NIPV (Nederlands Indische Padvinders Viriniging).
2) Gagasan
Baden Powel dalam bukku “Scouting for Boys” sangat menarik perhatian para
pemimpin didalam pergerakan Nasional dan dibentuklah organisasi-organisasi
kepanduan yang bertujuan membentuk manusia Indonesia yang baik, sebagai
putera/puteri Indonesia seperti yang menjadi kader pergerakan Nasional.
3) Pada
tahun 1916 didirikan “JPO” (Javaanse Padvinders Organisasi) atas inisiatif
S.P. Mangkunegara VII di Solo, sebagai Kepanduan Nasional Indonesia yang
pertama diorganisasikan secara teratur.
4) Sampai
tahun 1922 Gerakan Kepanduan Indonesia berkembang sangat subur sebagai
“onderbouw” organisasi politik atau kemasyarakatan, antara lain :
a) Budi
Utomo mendirikan Nationale Padvinderij
b)
Muhammadiyah mendirikan Hizbul Wathan
c) Juga
Sarekat Rakyat sebagai cabang PKI mempunyai kepanduan sendiri.
b.
Tahun 1922-1928 (lanjutan perintisan kemerdekaan)
1) Mulai
tahun 1922, sejak para pelajar Indonesia yang menggabung dalam perkumpulan
pelajar menaruh perhatiannya kepada kepanduan, maka bertambahlah jumlah
perkumpulan kepanduan Indonesia a.l. :
a) Jong
Java Padvinderij (J.J.P. tahun 1928 diganti nama Pandu Kebangsaan)
b)
Nationale Padvinders Organisatie (NPO)
c) Jong
Indonesich Padvinders Organisatie (J.I.P.O.)
d)
National Islamietische Padvinderij (NATIPIJ)
e)
Indonesich Nationale Padvinders Organisasi (INPO – Gabungan dari NPO dan JIPO
tahun 1928)
f)
Pandu Pemuda Sumatera (PPS)
g) Sarekat
Islam Afdeling Padvinderij (S.I.A.P)
h) Anzor (bagian
dari Nahdatul Ulama)
2) Jumlah
perkumpulan kepanduan Indonesia berkembang sangat banyak tetapi ikatan secara
organisatoris antara satu sama lainnya tidak ada.
Kalau pada fase pertama dunia kepanduan Indonesia
mengalami perlombaan berdirinya kepanduan-kepanduan yang beraneka warna corak
dan sifatnya, maka kemudian timbullah hasrat untuk bersatu.
3) Pada
tahun 1927 soal penggabungan perkumpulan-perkumpulan
c.
Tahun 1928-1945 (konsolidasi kekuatan Nasional)
1) Sumpah
Pemuda yang dicetuskan oleh konggres pemuda tanggal 28 Oktober
1928,benar-benar menjiwai gerakan kepanduan nasional Indonesia untuk bergerak
lebih maju dalam rangka konsolidasi kekuatan nasional. Dengan meningkatnya
kesadaran kebangsaan Indonesia, maka timbullah tekad persatuan antara
organisasi-organisasi kepanduan nasional Indonesia.
2) Atas
kebijaksanaan dan perjuangan para penganjurnya, maka sebagai langkah pertama
pada tahun 1929 didirikan semacam badan federasi “Persaudaraan (persatuan)
antara Pandu-Pandu Indonesia disingkat PAPI”.
Yang masuk menjadi anggota ialah : JJP, INPO,
NATIPIJ, PPS dan SIAP, sedangkan HW belum memberikan kepastiannya.
Sebagai pengurus pertama dipilih Mr. Sunarjo (INPO),
Dr. Moewardi (JJP), dan Ramelan (SIAP)
Badan ini bermaksud :
a) Mempererat
persaudaraan antara anggota PAPI
b) Memudahkan
kerjasama untuk mempertinggi nilai latihan kepanduan masing-masing
Pusat pimpinan PAPI berada di Jakarta, sedangkan di
daerah-daerah, di mana terdapat lebih dari satu kepanduan anggota PAPI, dibentuk
semacam PAPI daerah.
3)
Kepanduan Bangsa Indonesia berdiri
Dengan terbentuknya PAPI, maka tercapailah fase
pertama untuk menuju ke arah persatuan.
Sementara itu rencana “Panitia fusi perkumpulan
pemuda” telah disetujui oleh Jong Java dan Pemuda Indonesia, dua perkumpulan
yang terbesar di kalangan pemuda (Oktober 1928). Panitia tersebut
merencanakan untuk mendirikan perkumpulan baru dengan nama “Indonesia Muda”
yang tidak mengadakan bagian kepanduan. Putusan tersebut mempercepat proses
penggabungan pandu kabangsaan menjadi satu kepanduan, yang lepas dari ikatan
organisasi lain.
Azas kebangsaan menjadi pokok dasar kepanduan itu
dengan tidak melupakan sifat peraturan yang berlaku di kalangan kepanduan
internasional, antara lain sifat universal dengan prinsip-prinsip dasar
metodik kepanduan/kepramukaan.
Pada tanggal 13 September 1930 diresmikan berdirinya
kepanduan baru ini dengan nama “Kepanduan Bangsa Indonesia” disingkat KBI.
Untuk memperlihatkan corak haluannya, para KBI memakai setangan leher “merah-putih”
dan berpanji serupa itu juga.
4)
Rintangan-rintangan yang dialami
Gerakan Kepanduan Indonesia, seperti juga gerakan
lainnya dari Bangsa Indonesia, dicurigai dan dihalangi oleh : Pemerintah
Kolonial Belanda.
Larangan-larangan yang berupa perintah halus, maupun
terang-terangan dikenakan kepada “Kepanduan Nasional”.
Pemimpinnya ada yang ditangkap, dan pandu-pandu
ditakut-takuti, banyak sekali rintangan-rintangan yang dialami pada jaman
penjajahan tetapi justru itulah maka gerakan nasional tetap terpelihara
hidupnya, sambil mencari jalan sendiri kearah cita-cita bangsa Indonesia.
5)
Perwujudan cita-cita persatuan
Berkat keteguhan dari para pemimpin, maka segala
usaha untuk mematikan atau membelokkan arah tujuan kepanduan Indonesia tidak
berhasil.
Sebaliknya perhatian masyarakat Indonesia makin
tertarik pada cara pendidikan kepanduan, ternyata dari tumbuhnya
organisasi-organisasi kepanduan nasional dari berbagai kalangan, seperti
tersebut dimuka.
Untuk melanjutkan cita-cita persatuan yang telah dirintis
oleh PAPI, maka pada tanggal 30 April 1938 oleh KBI, SIAP, NITIPIJ dan HW
diadakan komperensi bersama, yang berhasil membentuk “Badan Pusat
Persaudaraan Kepanduan Indonesia” (BPPKI). Sebagai langkah pertama untuk
melaksanakan tujuannya, maka BPPKI akan menyelenggarakan perkemahan umum
secara besar-besaran.
Pada tanggal 11 Februari 1941 dalam komperensi di
Solo, BPPKI antara lain menetapkan untuk mengadakan perkemahan besar yang
dinamakan “Perkemahan Kepanduan Indonesia Umum” disingkat PERKINDO (U dalam
ejaan OE) di Yogyakarta dalam bulan Juli 1941.
6)
Kepanduan Indonesia dalam masa kependudukan Jepang
Pada permulaan bulan Maret 1942 bala tentara Jepang
dengan cepat dapat menaklukan Hindia Belanda dan menguasai seluruh daerahnya.
Empat bulan kemudian oleh Pemerintah Bala Tentara Jepang dikeluarkan larangan
berdirinya segenap partai dan organisasi rakyat Indonesia. Walaupun demikian
diusahakan sekuat tenaga untuk mendirikan kembali organisasi kepanduan.
Pada tanggal 6 Februari 1943 Pandu-pandu dari
macam-macam perkumpulan yang telah dibubarkan berhasil mengadakan PERKINDO II
di Jakarta, untuk betapa besarnya guna kepanduan bagi masyarakat. Tetapi
ternyata pemerintah militer Jepang sudah mempunyai maksud tertentu, Gerakan
Kepanduan Indonesia tidak boleh dilangsungkan, dan sebagai gantinya anak-anak
dan pemuda Indonesia dimasukkan dalam gerakan “Keibodan dan Seinendan”.
3.
KEPANDUAN DI INDONESIA SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN
a.
Tahun 1945-1950 (masa perjuangan fisik)
1) Tidak
lama setelah Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berkobarlah api revolusi di seluruh
Tanah Air Indonesia.
Seluruh rakyat, tua dan muda bergerak serentak dan
menghancurkan segala rintangan yang menghalangi atau menghambat kemerdekaan.
Pada saat-saat itu pula pandu-pandu Indonesia, puteri dan putera yang telah
tersebar dikalangan masyarakat, ikut serta berjuang mempertahankan
kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Didalam keadaan revolusi inilah
dikalangan pemimpin timbul cita-cita untuk menghidupkan kembali organisasi
kepanduan Indonesia.
Tetapi bentuk dan sifatnya harus berlainan dengan
kepanduan pada jaman penjajahan dahulu, sesuai dengan kehendak masa dan tidak
lagi terpecah belah.
Pandu-pandu Indonesia harus bersatu dalam tekad dan
langkahnya untuk memenuhi panggilan Ibu Pertiwi.
2) Pada
tanggal 28 Desember 1945 oleh kongres Kepanduan di Indonesia yang
diselenggarakan di Solo, telah diambil keputusan dengan cara bulat untuk
menjelmakan suatu organisasi Kepanduan Indonesia baru, yang sifat dan ujudnya
Kesatuan” dengan nama “Pandu Rakyat Iandonesia”. Dalam upacara pelantikan
yang dipimpin oleh Dr. Moewardi almarhum keluarlah “Janji Ikatan Sakti” yang
berbunyi :
a) Melebur
segenap perkumpulan kepanduan Indonesia dan dijadikan satu organisasi
kepanduan : Pandu Rakyat Indonesia.
b) Tidak akan
menghidupkan lagi kepanduanlama.
c) Tangagl 28
Desember diakuisebagai hari Pandu bagi seluruh Indonesia
d) Mengganti
setangan leher yang beraneka warnanya dengan warna “hitam”.
3) Setelah
berjalan setahun, maka akhir bulan Desember 1946 berlangsunglah kongres Pandu
Rakyat ke-1 di Surakarta.
Selama setahun tidak begitu banyak soal yang
dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia. Tindakan pucuk pimpinan terutama
ditujukan untuk memperkuat organisasi kedalam mengingat suasana revolusi
sedang menghebat di seluruh Tanah Air Indonesia.
4) Tahun
1947 adalah tahun kelanjutan usaha Pengurus Besar dengan menghadapi banyak
kesukaran, karena Belanda mulai memperlihatkan keiinginannya akan melenyapkan
kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
Hal ini mencapai puncaknya setelah Belanda
terang-terangan menimbulkan perang kolonial mulai tanggal 21 Juli 1947.
5) Tahun
1948 merupakan waktu yang tersulit bagi pucuk pimpinan organisasi.
Keadaan dalam negeri Indonesia setelah kacau sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam segala lapangan. Dengan adanya
serbuan militer Belanda didaerah-daerah Republik Indonesia sejak tanggal 21
Juli 1947, maka hubungan dengan cabang-cabang Pandu Rakyat Indonesia di
daerah-daerah yang diduduki Belanda terputus.
6) Pada
pertengahan bulan Januari 1950 dalam Kongres Pandu Rakyat Indonesia ke II di
Yoyakarta diputuskan bahwa Pandu Rakyat Indonesia berbentuk kesatuan yang
memperhatikan dan memberi kesempatan kepada golongan-golongan khusus agama
untuk menyelenggarakan kebutuhan masing-masing.
7) Didalam
meriwayatkan Gerakan Kepanduan Indonesia tidak boleh dilupakan adanya
golongan pandu puteri yang tidak pernah terlepas sama sekali dari ikatan
organisasi kepanduan Indonesia pada umumnya. Begitu pula dalam organisasi
Pandu Rakyat Indonesia, untuk mengurus segala soal Pandu Puteri pada tanggal
22 Agustus 1949 dibentuk Kwartir Besar Pandu Puteri darurat.
b.
Tahun 1960-1961 (masa pemerintahan liberal).
1) Setelah
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1949, maka
dalam masa pemerintahan liberal terbuka lagi kesempatan kepada siapapun untuk
membentuk organisasi-organisasi kepanduan.
Menjelang tahun 1961, gerakan kepanduan Indonesia
telah terpecah menjadi lebih dari 100 organisasi kepanduan. Keadaan demikian
dirasakan sangat melemahkan gerakan kepanduan Indonesia, meskipun sebagian
dari organisasi-organisasi itu terhimpun di dalam tiga federasi, yaitu :
a. IPINDO
(Ikatan Pandu Indonesia untuk Putera)
b. PAPPINDO
(Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia)
c. P.K.P.I
(Perserikatan Kepanduan Puteri Indonesia)
2)
Mengalami kelemahan itu, maka ketiga federasi kepanduan tersebut melebur
dirinya menjadi satu federasi menjadi nama :PERKINDO (Persatuan Kepanduan
Indonesia). Akan tetapi, hanya kira-kira 60 saja dari 100 lebih organisasi
kepanduan itu yang ikut terhimpun di dalam federasi PERKINDO. Lagi pula, di
dalam federasi itu sebagian dari 60 organisasi PERKINDO, terutama yang
menjadi “onderbouw” dari organisasi politik atau masyarakat, tetap
berhadap-hadapan berlawanan satu sama lain, sehingga tetap dirasakan
kelemahan gerakan kepanduan Indonesia.
3) Oleh
PERKINDO dibentuk suatu panitia untuk memikirkan suatu jalan keluar. Panitia
itu menyimpulkan bahwa selain lemah karenaa terpecah-pecah gerakan kepanduan
Indonesia itu lemah pula karena terpaku dalam cengkraman gaya
tradisional/konvensional dari kepanduan Inggris pembawaan dari luar.
Hal iini berakhir dan berakibat bahwa pendidikan
yang diselenggarakan oleh gerakan kepanduan Indonesia ketika itu, belum
disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan nasional Indonesia, sehingga pada
waktu itu kurang mendapat respon dari masyarakat Indonesia.
Kepanduan hanya bergerak di kota-kota besar, dan
disitupun hanya terdapat pada lingkungan orang-orang yang sedikit
banyaknya sudah berpendidikan Barat.
c.
Tahun 1961-1978 (setelah kembali ke Undang-Undang Dasar 1945)
1. Pihak komunis
mau mempergunakan kelemahan gerakan kepanduan Indonesia seperti tersebut di
atas, sebagai alasn untuk memaksa gerakan kepanduan Indonesia menjadi gerakan
pionir muda sebagaimana terdapat di negara-negara komunis.
2. Akan tetapi
kekuatan-kekuatan Pancasila di dalam PERKINDO menentangnya, dan dengan
bantuan Perdana Menteri Ir. H. Djuanda perjuangan mereka menghasilkan KEPPRES
RI. No. 238 tahun 1961 yang pada tanggal 20 Mei 1961 ditandatangani oleh Ir.
Djuanda sebagai Pejabat Republik Indonesia.
3. Dengan
dikeluarkannya KEPPRES RI. No. 238 itu, maka PERKINDO berhasil untuk
mempersatukan gerakan kepanduan Indonesia seluruhnya, dengan nama : GERAKAN
PENDIDIKAN KEPANDUAN PRAJA MUDA KARANA (PRAMUKA). Semua organisasi kepanduan
Indonesia, kecuali yang diselenggarakan oleh pihak komunis, melebur diri ke
dalam Gerakan Pramuka.
Di dalam KEPPRES tersebut ditetapkan bahwa di
seluruh wilayah Republik Indonesia perkumpulan Gerakan Pramuka adalah
satu-satunya badan yang diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan kepanduan.
4. Setelah
terjadi pengkhianatan G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965, maka dalam
waktu yang relatif sangat singkat, terjadi suatu “Perubahan Sosial” dengan
timbulnya “Orde Baru” yang menuntut pemurnian Undang-Undang Dasar 1945. Demikian
pula Gerakan Pramuka tidak ketinggalan untuk menyesuaikan diri dan
menyerasikan pelaksanaan tugas pokoknya dengan perkembangan masyarkat
Indonesia pada waktu itu.
5. Pada tanggal
12 sampai dengan 20 Oktober 1970 telah diadakan Musyawarah Majelis Permusyawaratan
Pramuka I di Pandaan, Jawa Timur. Salah satu hasil musyawarh tersebut adalah
mengganti Anggaran Dasar Gerakan Pramuka sebagaimana terlampir pada KEPPRES
No. 238 tahun 1961 dengan Anggaran Dasar baru yang lebih disesuaikan dna
diserasikan dengan perkembangan masyarakat Orde Baru.
Kemudian pada tanggal 22 Maret 1971 Anggaran Dasar
baru tersebut telah disahkan dengan KEPPRES No. 12 tahun 1971.
6.
Ketentuan di dalam Anggaran Dasar Gerakan Pramuka tentang
prinsip-prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan yang pelaksanaannya
diserasikan dengan keadaan, kepentingan dan perkembangan bangsa dan
masyarakat Indonesia, membawa kemudian banyak perubahan. Prinsip-prinsip
dasar metodik pendidikan kepramukaan yang universal tetap dipegang, tetapi
cara pelaksanaannya dan pengarahannya diubah, yaitu dengan keadaan dan
kebutuhan nasional di tiap-tiap daerah di Indonesia.
7. Gerakan
Pramuka itu ternyata lebih kuat organisasinya, dan ternyata memperoleh
tanggapan positif dari masayrakat luas, sehingga dalam waktu singkat
organisasinya tealh berkembang dari kota-kota sampai di desa-desa.
Kemajuan pesat itu adalah juga berkat adanya sistim
“Majelis Pembimbing” yang dijalankan oleh Gerakan Pramuka pada tiap tingkat,
dari tingkat Nasional sampai tingkat Gugus Depan.
8. Mengingat
bahwa kira-kira 80% dari seluruh penduduk Indonesia tinggal di desa, dan
kira-kira 75% adalah keluarga-keluarga petani, maka KWARNAS Gerakan Pramuka
pada tahun organisasi yang pertama (tahun 1961) sudah menganjurkan agar para
Pramuka menyelenggarakan kegiatan-kegiatan di bidang pembangunan pertanian
dan di bidang pembangunan masyarakat desa.
Maka kemudian pada tahun 1966 Menteri Pertanian dan
Ketua KWARNAS Gerakan Pramuka mengeluarkan suatu Insruksi Bersama yaitu
pembentukan satuan-satuan Karya Pramuka Tarunabumi.
9. Kegiatan
Satuan Karya Tarunabumi ternyata membawa pembaharuan, bahkan membawa semangat
untuk mengusahakan penemuan-penemuan baru (inovation) pada pemuda-pemuda
desa, yang selanjutnya mempengatuhi seluruh masyarakat desa.
Perluasan Gerakan Pramuka sampai di desa-desa,
kegiatan-kegiatan di bidang pembangunan pertanian dan pembangunan desa, serta
pembentukan dan penyelenggaraan satuan-satuan karya Pramuka Tarunabumi telah
mengalami kemajuan pesat, sehingga menarik perhatian badan-badan
internasional seperti FAO, UNICEF, ILO, dan World Scout Bureau, serta
mendapat pujian dari masyarakat Indonesia sendiri.
10. Dalam perkembangan
masyarakat Indonesia dewasa ini dihadapi berbagai masalah sosial, seperti
kepadatan penduduk, urbanisasi, pengangguran dan sebagainya.
Berhubung dengan itu, maka pada tahun 1970 Menteri
TRANSKOP dan Ketua KWARNAS Gerakan Pramuka mengeluarkan suatu Instruksi
Bersama, tentang partisipasi Gerakan Pramuka dalam penyelenggaraan
Transmigrasi dan pembinaan Gerakan Koperasi.
Dan sehubungan dengan masalah “Scholl Drops Out”
(anak-anak putus sekolah), maka Gerakan Pramuka juga mengarahkan perhatiannya
kepada pendidikan kejuruan, untuk memberi bekal hidup kepada anak-anak dan
pemuda, terutama kepada “School Drops Out” itu .
Di samping satuan-satuan Karya Tarunabumi juga ada
satuan-satuan Karya Pramuka Dirgantara, Pramuka Bahari, dan Pramuka
Bhayangkara, yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan di bidangnya
masing-masing.
11. Pada bulan Nopember 1974
telah diselenggarakan Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka di Manado, Sulut,
yang menghasilkan Keputusan sebagai berikut :
a) KEPMUNAS
Gerakan Pramuka No. 01/MUNAS/74, tentang : Laporan dan pertanggungjawaban
KWARNAS Gerakan Pramuka masa bakti 1970-1974.
b) KEPMUNAS
Gerakan Pramuka No. 02/MUNAS/74 tentang : Pelimpahan wewenang kepada KWARNAS
Gerakan Pramuka untuk meninjau kembali ART Gerakan Pramuka.
c) KEPUMUNAS
Gerakan Pramuka No. 03/MUNAS/74 tentang : Pengelolaan Keuangan KWARNAS dan
pembentukan Panitia Verifikasi laporan keuangan KWARNAS Gerakan Pramuka.
d) KEPMUNAS
Gerakan Pramuka No. 04/MUNAS/74 tentang : Pedoman Dasar Rencana Kerja Gerakan
Pramuka Tahun 1974-1978.
e) KEPMUNAS
Gerakan Pramuka No. 05/MUNAS/74 tentang : Penunjukan formatur KWARNAS Gerakan
Pramuka masa bakti 1974-1978.
12. Masa bakti KWARNAS
Gerakan Pramuka masa bakti 1974-1978 merupakan fase konsolidasi organisasi
Gerakan Pramuka dan peningkatan pendidikan dan kegiatan kepramukaan antara
lain dengan jalan menimbulkan “image” yang baik terhadap anak didik
sendiri, bahwa Gerakan Pramuka tidak saja akan membawa dirinya ke masa depan
yang cemerlang, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggungjawab dan dapat berbuat
banyak bagi pembangunan bangsa dan negara, serta dalam rangka peningkatan
Ketahanan Nasional.
d.
Tahun 1978 dan selanjutnya
1. Kalau masa
bakti Kwarnas tahun 1974-1978 merupakan fase konsolidasi bagi Gerakan
Pramuka, maka setelah MUNAS 1978 yang diselenggarakan pada akhir Oktober 1978
di Bukittinggi, Sumatera Barat, diharapkan beralih kepada fase stabilisasi
baik dalam pengelolaan organisasi dan administrasi Gerakan Pramuka maupun
dalam pengelolaan pendidikan dan kegiatan kepramukaan.
2. Untuk minimal
2 kali masa bakti KWARNAS Gerakan Pramuka diharapkan adanya peningkatan usaha
ke dalam dengan mempersiapkan generasi muda melalui Gerakan Pramuka, agar :
a) Mempunyai
tanggungjawab terhadap bangsa dan negara.
b) Mempertebal
kepercayaan kepada diri sendiri untuk berdikari dan berwiraswasta.
c) Ikut secara
aktif dalam memberantas kebodohan dan kemelaratan.
3. Juga
diharapkan dapat membina kontinuitas pemupukan kepemimpinan sejak umur 7
tahun (usia pramuka siaga).
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar